Jumat, 01 Mei 2015

TUGAS 2 KESEHATAN MENTAL

1. PENYESUAIN DIRI DAN PERTUMBUHAN






A.    PENYESUAIAN DIRI
Arti Penyesuaian Diri
                Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) criteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3) penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya. Dengan demikian, apabila kita mau menghilangkan kekacauan atau salah pengertian mengenai apa itu penyesuaian diri, maka kita harus tahu konsep-konsep dasarnya.
Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi
                Secara historis arti istilah “penyesuaian diri” sudah mengalami banyak perubahan. Karena kuatnya pengaruh pemikiran evolusi pada psikologi, maka penyesuaian diri disamakan dengan adaptasi, yaitu proses dimana organism yang agak sederhana mematuhi tuntutan-tuntutan lingkungan. Meskipun ada persamaan diantara kedua istilah tersebut, namun penyesuaian diri yang kompleks tidak cocok dengan konsep adaptasi biologis yang sederhana. Erich Fromm dalam bukunya, Escape from Freedom, (Fromm, 1941) mengemukakan konsep adaptasi yang menarik dan berguna yang mendekati ide penyesuaian diri. Fromm membedakan apa yang dinamakannya adaptasi statis dan adaptasi dinamik. Ia menggunakan adaptasi statis untuk menyebut perubahan kebiasaan yang relatif sederhana, misalnya orang berpindah dari satu kota kekota yang lain. Sedangkan adaptasi dinamik adalah sistuasi dimana seseorang menerima hal-hal meskipun menyakitkan, misalnya seorang anak laki-laki tunduk kepada perintah ayah yang keras dan mengancam. Fromm menafsirkan neurosis sebagai respons dinamik, adaptasi yang sama dengan penyesuaian diri.
Penyesuaian Diri dan Individualitas
                Dalam mendefinisikan penyesuaian diri, kita tidak boleh melupakan perbedaan –perbedaan individual. Anak yang sangat cerdas atau genius tidak sesuai dengan pola “normal”, baik dalam kapasitas maupun dalam tingkah lakunya, tetapi kita tidak dapat menyebutnya sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri. Sering kali norma-norma sosial dan budaya begitu kaku untuk dituruti dengan baik. Misalnya, sering terjadi dibeberapa Negara, warga Negara menolak undang-undang abortus atau sterilisasi yang dikeluarkan oleh Negara. Orang yang tidak dapat menerima undang-undang ini, tidak dapat tidak dapat dianggap sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri.
Penyesuaian Diri sebagai Penguasaan
                Penyesuaian diri yang baik kelihatannya mengandung suatu tingkat penguasaan yang baik pula, yaitu kemampuan untuk merencanakan atau mengatur respons-respons pribadi sedemikian rupa sehingga konflik-konflik, kesulitan-kesulitan dan frustasi-frustasi akan hilang dengan munculnya tingkah laku yang efisien atau yang menguasai. Gagasan ini jelas berguna tetapi tidak memperhitungkan kelemahan-kelemahan individual. Kebanyakan orang tidak memiliki kemampuan yang dituntut oleh penguasaan itu. pemimpin-pemimpin, orang-orang ang genius, dan orang-orang yang IQ-nya diatas rata-rata mungkin diharapkan memperlihatkan penguasaan yang luar biasa itu, tetapi meskipun demikian orang-orang ini pun sering mengalami kegagalan. Ini justru mengingatkan kita bahwa setiap orang memiliki tingkat penyesuaian dirinya sendiri, yang ditentukan oleh kapasitas-kapasitas bawaan, kecenderungan-kecenderungan yang diperoleh, dan pengalaman.
Definisi Penyesuaian Diri
                Dari segi pandangan psikologis, penyesuaian diri memiliki banyak arti, seperti pemuasan kebutuhan, keterampilan dalam menangani frustasi dan konflik, ketenangan pikiran/jiwa, atau bahkan pembentukan simtom-simtom. Itu berarti belajar bagaimana bergaul dengan baik dengan orang lain dan bagaimana menghadapi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Tyson menyebut hal-hal seperti kemampuan untuk beradaptasi, kemampuan berafeksi, kehidupan yang seimbang, kemampuan untuk mengambil keuntungan dari pengalaman, toleransi terhadap frustasi, humor, sikap yang tidak ekstrem, objektivitas, dan lain-lain (Tyson, 1951).
                Kita tidak dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri itu baik atau buruk. Kita hanya dapat mengatakan bahwa penyesuaian diri adalah cara individual atau khusus organismedalam bereaksi terhadap tuntutan-tuntutan dari dalam atau situasi-situasi dari luar. Untuk beberapa orang mungkin reaksi ini bisa efisien, sehat atau memuaskan. Sementara untuk orang lain reaksi ini melumpuhkan, tidak efektif, atau bahkan patologik.
                Jadi, kita dapat mendefinisikan dengan sederhana, bahwa penyesuaian diri itu adalah suatu proses yang melibatkan respons-respons mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin ini dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepadanya oleh dunia dimana ia hidup. Dalam arti ini, kebanyakan respons cocok dengan konsep penyesuaian diri.
Konsep Penyesuaian Diri yang Baik
                Apa itu penyesuaian diri yang baik? Pasti itu yang ada dibenak kita setelah kita mendengar konsep penyesuaian diri yang baik. Orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah orang yang memiliki respons-respons yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Sebaliknya, orang yang neurotic adalah orang yang sangat tidak efisien dan tidak pernah menangani tugas-tugas secara lengkap.
                Istilah “sehat” berarti respons yang baik untuk kesehatan, yakni cocok dengan kodrat manusia, dalam hubungannya dengan orang lain dan dengan tanggung jawabnya. Kesehatan merupakan cirri yang sangat khas dalam penyesuaian diri yang baik. singkatnya, meskipun memiliki kekurangan-kekurangan kepribadian, ornag yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dapat bereaksi secara efektif terhadap situasi-situasi yang berbeda, dapat memecahkan konflik-konflik, frustasi-frustasi dan masalah-masalah tanpa menggunakan tingkah laku yang simtomatik. Karena itu, ia relative bebas dari simtom-simtom, seperti kecemasan kronis, obsesi, atau gangguan-gangguan psikofisiologis (psikosomatik). Ia menciptakan dunia hubungan antarpribadi dan kepuasan-kepuasan yang ikut menyumbangkan kesinambungan pertumbuhan kepribadian.
Penyesuaian Diri adalah Relatif
                Penyesuaian diri seperti yang telah dirumuskan diatas adalah relatif karena tidak ada orang yang dapat menyesuaikan diri secara sempurna. Penyesuaian diri harus dinilai berdasarkan kapasitas individu untuk mengubah dan menanggulangi tuntutan-tuntutan yang dihadapi dan kapasitas ini berbeda-beda menurut kepribadian dan tingkat perkembangan.
                Penyesuaian diri juga bersifat relatif karena berbeda-beda menurut norma-norma sosial dan budaya, serta individu itu sendiri pun berbeda-beda dalam bertingkah laku. Bahkan orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik kadang-kadang merasa bahwa ia menghadapi situasi atau masalah yang melampaui kemampuannya untuk menyesuaikan diri.
Penyesuaian Diri versus Moralitas
                Pemakaian baik dan buruk menempatkan seorang psikolog dalam ilmu kesehatan mental dalam posisi untuk membuat penilaian terhadap tingkah laku yang sebenarnya diharapkan tidak dilakukan oleh seorang ilmuwan. Tetapi dapat dikemukakan di sini bahwa keputusan untuk menilai bukan sesuatu yang khas bagi bidang ilmu moral atau etika. Setiap orang dapat berbicara tentang kesehatan yang baik dan buruk, atau cuaca yang baik atau buruk dengan tidak memperhatikan pandangan moral atau etika. Kita tidak melihat tingkah laku yang tidak dapat menyesuaikan diri sebagai sesuatu yang secara moral buruk atau juga orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik sabagai teladan kebajikan yang sempurna. Kemampuan menyesuaikan diri tidak dapat disamakan dengan kebajikan, atau ketidakmampuan menyesuaikan diri disamakan dengan dosa. (Mowrer, 1960). Tetapi sering kali terjadi bahwa imoralitas merupakan akar dari ketidakmampuan menyesuaikan diri dan sudah pasti penyesuaian diri yang sehat dalam pengertian yang sangat luas harus juga mencakup kesehatan moral.

B.    PERTUMBUHAN PERSONAL
Banyak kualitas penyesuaian diri yang baik mengandung implikasi-implikasi yang khas bagi pertumbuhan pribadi. Ide ini terkandung dalam kriteria perkembangan diri yang berarti pertumbuhan kepribadian yang terus-menerus kearah tujuan kematangan dan prestasi pribadi. Setiap langkah dalam proses pertumbuhan dari masa bayi sampai masa dewasa harus menjadi kemajuan tertentu kearah kematangan tang lebih besar dalam pikiran, emosi, sikap dan tingkah laku. Pelekatan (fiksasi) pada setiap tingkat perkembangan bertentangan dengan  penyesuaian diri yang adekuat, misalnya menggigit kuku, menghisap jempol, ngompol, ledakan amarah, atau membutuhkan sangat banyak kasih sayang dan perhatian. Perkembangan diri disebabkan oleh realisasi kematangan yang terjadi secara tahap demi tahap.
                Pertumbuhan kepribadian ditingkatkan oleh banyaknya minat  terhadap pekerjaan dan kegemaran. Sulit menyesuaikan diri dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan pekerjaan yang tidak menarik dan membosankan, dan segera pekerjaan itu menjadi hal yang tidak menyenangkan atau menjijikkan. Tetpi, kita memiliki cara tertentu untuk mengubah dan mengganti pekerjaan yang merangsang minat kita sehingga kita dapat memperoleh kepuasan terus-menerus dalam pekerjaan.
                Pertumbuhan pribadi tergantung juga pada skala nilai yang adekuat dan tujuan yang ditetapkan dengan baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk menilai penyesuaian diri. Skala nilai atau filsafat hidup adalah seperangkat ide, kebenaran, keyakinan, dan prinsip membimbing seseorang dalam berpikir, bersikap, dan dalam berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain dalam memandang kenyataan dan dalam tingkah laku sosial, moral dan agama. Seperangkat nilai inilah yang akan menentukan apakah kenyataan itu besifat mengancam, bermusuhan, sangat kuat, atau tidak patut menyesuaikan diri dengannya. Penyesuaian diri memerlukan penanganan yang efektif terhadap masalah dan stress yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stress itu akan ditentukan oleh nilai-nilai yang kita bawa berkenaan dengan situasi itu. kita seringkali mendengar orang-orang menjadi berantakan dan dengan demikian mendapat gangguan emosi dan tidak bahagia. Orang-orang tersebut tidak yakin mengenai hal yang baik atau buruk, benar atau salahh, bernilai atau tidak bernilai. Mereka tidak memiliki pengetahuan, nilai, atau prinsip yang akan menyanggupi mereka untuk mereduksikan kebimbangan atau konflik yang secara emosional sangat mengganggu.
                Dalam proses pematangan, perkembangan situasi sistem nilai akan meliputi juga tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang menjadi inti dari integrasi dan tingkah laku menyesuaikan diri. orang yang memiliki tujuan-tujuan yang ditetapkan dengan baik bertindak secara terarah dan bertujuan, meskipun terkadang terganggu oleh kehilangan arah, kebosanan, kekurangan minat dan dorongan. Dalam salah satu penelitian mengenai pengaruh-pengaruh dari tercapainya tujuan di kalangan para mahasiswa, telah ditemukan bahwa arah tujuan ada hubunganya dengan peningkatan keyakinan, perbaikan harga nilai, dan pembaruan usaha. Pengaruh umum dari tercapainya tujuan adalah tegangan direduksikan.
                Kriteria terakhir untuk menilai penyesuaian diri adalahh sikap terhadap kenyataan. Penyesuaian diri yang baik memerlukan sikap yang sehat dan realistic yang menyanggupi seseorang untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya bukan sebagaimana diharapkan atau diinginkan. Kriteria ini dipakai pada segi-segi kenyataan dalam waktu dan ruang. Ada orang yang hidup dalam dunia mimpi tentang peristiwa masa lampau yang sangat menghargai kenangan-kenangan pada masa kanak-kanak, dan baginya masa sekarang adalah suatu kenyataan yang jelek, dan masa yang akan datang merupakan sesuatu yang menakutkan.
                Adolph Meyer berpendapat bahwa kapasitas untuk menggunakan masa lampau dan bukan semata-mata menderita karenanya adalah perlu untuk penyesuaian diri bahwa penangan harus dipakai untuk menangani kenyataan sekarang dan kesempatan yang kreatif dapat direalisasikan dengan tinjauan yang sehat ke masa depan. Sikap yang sehat terhadap masa lampau, masa sekarang dan masa depan sangat penting untuuk penyesuaian diri yang sehat.
Factor yang mempengaruhi pertumbuhan personal ;
1.      Faktor biologis
Karakteristik anggota tubuh yang berbeda setiap orang, kepribadian, atau warisan biologis yang sangat kental.
2.      Faktor geografis
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorangdan nantinya akan menentukan baik atau tidaknya pertumbuhan personal seseorang.
3.      Faktor budaya
Tidak di pungkiri kebudayaan juga berpengaruh penting dalam kepribadian seseorang, tetapi bukan berarti setiap orang dengan kebudayaan yang sama memiliki kepribadian yang sama juga.
Selain itu, ada satu hal yang tidak kalah penting berkaitan dengan penyesuaian diri dan pertumbuhan personal adalah komunikasi. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka penyesuaian diri dan pertumbuhan personal seseorang juga akan berjalan baik.
Kesimpulan:
Penyesuaian diri (adjustment) merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena (1) penyesuaian diri mengandung banyak arti, (2) criteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas, dan (3) penyesuaian diri (adjustment) dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri (maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya. Sedangkan,  pertumbuhan kepribadian ditingkatkan oleh banyaknya minat  terhadap pekerjaan dan kegemaran.


2. STRESS

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.

 A. Arti penting stres

Istilah stres ditemukan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stress dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang diakibatkan oleh berbagai faktor psikologis, faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stress tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989).
Efek-efek Stress menurut Hans Selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Berikut adalah beberapa efek dari stress:
1.     Local Adaptation Stres.
Local Adaptation Stress adalah ketika tubuh menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek. Karakteristik dari LAS adalah respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system, respon bersifat adaptif sehingga diperlukan stresor untuk menstimulasinya, respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus, dan respon bersifat restorative.
2.     General Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome adalah istilah penting dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress. Menurutnya ketika organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan aktivitas sistem syaraf simpatetik. Reaksi fisiologis tubuh terhadap perubahan-perubahan akibat stress itulah yang disebut sebagai General Adaption Syndrome.
GAS terdiri dalam tiga fase :
a. Alarm reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor(perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism. Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c. Stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual, diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya. Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak makan.
Dan Hans Selye membagi stress kedalam 3 tingkatan :
a. Eustress adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang, dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif, misalnya lulus dari ujian, atau kondisi menghadapi suatu perkawinan.
b. Distress merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan sehingga tak mampu lagi diatasi
c. Optimal stress atau Neustress adalah stress yang berada antara eustress dan distres, merupakan respon stress yang menekan namun masih seimbang untuk menghadapi masalah dan memacu untuk lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan produktivitas kerja dan berani bersaing.
Stres dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan.
Efek fisiologis dari stress menurut Hans Selye, pada tubuh diawali dari nyeri dada, insomnia atau susah tid, nyeri kepala ringan sampai sedang, hipertensi atau tekanan darah tinggi dan menyebabkan nyeri tukak.
Faktor-faktor social dan individual yang menjadi penyebab stress
a.    Faktor sosial
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres. Dukungan sosial mencakup dukungan emosional, seperti rasa dikasihi dan disayangi. Lalu, dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa. Selanjutnya, dukungan informasi misalnya nasehat dan keterangan mengenai masalah tertentu.
b.     Faktor Individual
Biasanya seseorang menjumpai stresor atau penyebab stress didalam lingkungannya. Nah, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu. Yang pertama adaah berapa lamanya (duration) seseorang harus menghadapi stressor. Dan yang kedua adalah seberapa terduganya stresor itu (predictability).

B.Tipe-tipe Stress Psikologis

Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan dalam mengikuti ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik seseorang. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang terjadi secara bersamaan diantaranya adalah :
a.    Tekanan
Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.    Konflik
Konflik terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga tipe :
1. Konflik menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
2. Konflik mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas yang sangat kita sukai.
3. Konflik mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan bekerja.
c.    Frustrasi.
Frustrasi terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya. Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.    Kecemasan
Gelisah, khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok dikelas.

D. Pendekatan problem solving terhadap stress

Strategi coping yang spontan menghadapi stress :
1.    Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah
Menurut Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2.    Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar:
a.    strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b.    strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress
3.    Berpikir positif dan self-efficacy
Menurut Bandura self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif .
4.    Sistem dukungan
Menurut East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar, keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain terutama dengan keluarga dan teman secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.


Referensi:

Semium, yustinus.2006.kesehatan mental 1.kanisius:Jakarta
hristensen.j.paula.2009.proses keperawatan.buku kedokteran EGC : Jakarta
http://belajarpsikologi.com/pengertian-penyesuaian-diri/
Rochman, K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto. Fajar Media Press